Kamis, 31 Mei 2012

Makalah Hadist

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Pengertian Hadits
Hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah.

B.    Tujuan Pembelajaran Hadist
Yang dimaksud dengan tujuan pembelajaran hadits adalah suatu rumusan yang menunjukkan atau menjelaskan perubahan apayang harus terjadi, sebagai akibat dari pembelajaran  hadits yangdialami oleh peserta didik.
Hadits yang dipahami sebagai pernyataan, perbuatan, persetujuan dan hal yang berhubungan dengan Nabi Muhammad saw. Dalam tradisi Islam, hadits diyakini sebagai sumber ajaran agama kedua setelah al-Quran. Disamping itu hadits juga memiliki fungsi sebagai penjelas terhadap ayat-ayt al-Qur’an sebagaimana dijelaskan dalam QS: an-Nahl ayat 44. Hadits tersebut merupakan teks kedua, sabda-sabda nabi dalam perannya sebagai pembimbing bagi masyarakat yang beriman. Akan tetapi, pengambilan hadits sebagai dasar bukanlah hal yang mudah. Mengingat banyaknya persoalan yang terdapat dalam hadits itu sendiri. Sehingga dalam berhujjah dengan hadits tidaklah serta merta asal comot suatu hadits sebagai sumber ajaran.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Hadis:
1.    Sanad dan Pembahasannya
Sanad secara etimologi berarti :ماارتفع من الأرض artinya :bagian bumi yang paling menonjol. Sebagian ulama mengartikan : المعتمد  (sandaran, tempat bersandar, yang menjadi sandaran). Bentuk jama’nya adalah isnad, adapun musnad  artinya adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada yang lain. Secara terminologi sanad bisa didefinisikan sebagai
الطريقة الموصل الى المتن (jalan yang menyampaikan kepada matan hadis) atau secara sederhana dapat diartikan bahwa sanad adalah rentetan, deretan atau silsilah nama perawi yang jalin menjalin membentuk satu mata rantai yang mengantarkan pembacanya pada matan atau isi hadis nabi. Sanad itu sesungguhnya bermaterikan nama-nama, kuniyah, laqab-laqab dan gelaran lainnya yang dimiliki oleh seorang perawi yang merupakan sumber periwayatan dan penyandaran sebuah hadis. Sanad adalah kumpulan orang yang berfungsi  sebagai mediator penyampaian dan periwayatan hadis nabi. Ketiadaan sanad berakibat pada ditolaknya sebuah berita yang dianggap dan berasal dari nabi. Istilah lain yang semakna dan sering dipergilirkan penggunaannya dalam konteks yang sama adalah at thoriqoh, dan al Wajh.
Proses pelacakan terhadap rentetan sanad atau sumber periwayatan itu pada akhirnya mewujud pada apa yang kini di kenal di dalam istilah teknis ulumul hadis sebagai as sanad. Satu hal yang bisa dicatat bahwa al qur’an tidak menyediakan cukup dalil yang bisa digunakan untuk mendukung pendapat yang mereka pegangi itu. Memang benar, beberapa pengikut dari kelompok yang bertikai itu, mencoba untuk menafsirkan dan mena’wilkan beberapa ayat al qur’an yang sesuai dengan  aqidah dan ajaran mereka sendiri. Hanya saja ta’wil yang mereka lakukan terhadap  ayat-ayat itu dilakukan dengan tanpa  memperhatikan qaida-qaidah pena’wilan yang berlaku dalam disiplin ilmu tafsir yang telah disepakati oleh para ulama sebagaimana yang telah diwarisi oleh generasi sekarang ini. Pena’wilan itu sama sekali jauh dari nilai kebenaran dan amat lemah dihadapan prinsip-prinsip metodologi ilmiah bagi sebuah upaya pena’wilan sebuah teks. Sudah barang tentu pena’wilan yang dibuat itu tidak mendapatkan sokongan dan pembenaran dari para ulama di bidangnya. Sehingga pada akhirnya ta’wilan itu hilang dengan sendirinya.
Oleh karenanya mereka mencoba beralih pada bidang hadis yang memberi peluang yang cukup terbuka untuk menguatkan pendapat kelompoknya di hadapan pendapat kelompok musuhnya. Mulailah mereka membuat hadis palsu yang mereka sandarkan kepada Nabi Muhamad yang bermaterikan hujah palsu demi kepentingan kelompoknya. Di sinilah awal mula  motivasi dan pendorong utama munculnya hadis palsu dan yang mendesak  para ulama untuk menciptakan metode penelitian terhadap hadis nabi. Kegiatan para ulama itu pada akhirnya memunculkan satu istilah baru yang pada masa sekarang di kenal dengan ungkapan as sanad.

2.    Rawi dan Pembahasannya
Adapun Rawi maksudnya adalah orang yang memperoleh atau menerima  hadis dengan cara yang sah dan kemudian menyampaikan atau meriwayatkan hadis itu kepada orang lain dengan cara atau metode yang sah pula.
Metode menerima dan menyampaikan hadis itu dalam kajian para jumhur muhadisin biasa dikenal dengan istilah : Tahammulu wa ’Ada’ al Hadis. Ilmu ini menjelaskan tentang kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang perawi agar hadis yang diterimanya dan kemudian ketika dia harus meriwayatkan hadis itu memiliki derajat kesahihan di kalangan para ulama jumhur muhadisin. Rawi yang berada dalam generasi sahabat disebut sebagai rawi awal dan rawi yang menceritakan, menyampaikan dan menulis  hadis dalam sebuah kitab hadis tertentu di sebut sebagai rawi akhir. Rawi akhir ini biasanya adalah orang atau ulama yang menuliskan semua hadis yang pernah diterimanya dalam sebuah kitab disertai penyebutan sanad-sanadnya.

3.    Matan dan Pembahasannya
Matan dari segi bahasa artinya membelah, mengeluarkan, dan mengikat. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan Matan adalah makna-makna ( ucapan, perbuatan dan keputusan) yang terkandung dalam hadis Nabi, atau sebagaimana pendapat ulama berikut ini matan adalah :
ما انتهى اليه السند من الكلام فهو نفس الحديث الذي ذكر الإسناد له
(perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi SAW yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya)
Dengan kata lain matan adalah susunan redaksi kata-kata yang menginformasikan tentang ucapan, kelakuan dan ketetapan serta sifat dari pribadi Nabi. Kadangkala apa yang dimaksud dengan matan tidak melulu berupa berita tentang nabi, acapkali ucapan  seorang sahabat, bahkan preseden yang berasal dari tabi’inpun sering menghiasi kandungan matan hadis. Nampaknya sebagian ulama tidak merasa keberatan untuk memasukkan berita yang berasal dari  sahabat dan tabi’in termasuk bagian yang inheren dari al hadis.

4.    Mukharrij dan Pembahasannya
Istilah lain yang erat kaitannya dengan materi al hadis adalah al Mukharij. Al Mukharij biasa diartikan sebagai  orang yang mengumpulkan dan meriwayatkan serta menuliskan hadis-hadis yang di perolehnya dalam sebuah catatan-catatan tertentu atau di dalam buku yang diterbitkan oleh si mukharij tersebut. Penulisan hadis-hadis yang diriwayatkannya itu tentunya disertai adanya sejumlah nama yang menjadi jalur periwayatannya. Artinya hadis tersebut haruslah memuat nama-nama perawi yang menjadi sanad (Transmiter) antara dirinya dengan guru-guru yang meriwayatkan hadis padanya. Pengabaian ketentuan ini berakibat pada kurangnya perhatian para ulama terhadap kitab yang dikarangnya, dan dampak yang lebih lanjut kitab hadisnya tidak menjadi ajang kajian dan pegangan bagi umat islam dan ulama yang berniat mengkajinya.
Imam Bukhary dan Imam Muslim merupakan dua contoh nama bagi ulama yang pantas disebut sebagai mukharrij. Hal ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa kedua ulama ini memiliki suatu kitab hadis tersendiri hasil dari upaya dan kerja kerasnya di dalam meneliti dan mengkritisi hadis-hadis yang diriwayatkan oleh orang lain kepada kedua beliau tersebut. Masing-masing dari kedua imam ini memiliki proses periwayatan yang berbeda dan penggunaan nama atau sanad yang berbeda pula di dalam mendukung keabsahan hadis-hadis yang mereka riwayatkan. Pada akhirnya semua hadis yang mereka riwayatkan itu didokumentasikan dalam sebuah karya yang dalam catatan sejarah islam karya mereka termasuk karya yang monumental dan tiada yang dapat menandinginya sepanjang sejarah hingga kini. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Sanad adalah rangkaian nama perawi hadis yang sambung menyambung semenjak dari awal rawi (sahabat) sampai kepada akhir rawi (Mukharrij). Sanad dalam pengertian yang sederhana dapat diartikan dengan suatu jalan yang mengantarkan kita kepada matan hadis.
Sementara itu dalam kajian ulumul hadis sanad-sanad yang ada itu memiliki derajat yang berbeda-beda, ada yang mencapai derajat tinggi dan ada pula yang mempunyai derajat rendah. Tinggi dan rendahnya derajat sanad sangat berpengaruh terhadap kualitas pengklasifikasian sebuah hadis. Tinggi rendahnya sanad sangat bergantung pada tingkat kekuatan hafalan (dhabith) sang perawi dan keadilan perawi dalam silsilah sanadnya. Bila sanadnya termasuk ashah al asanid, maka hadisnya bisa dijadikan sebagai hujjah ( hadis yang maqbul). Sebaliknya bila sanadnya termasuk adl’af al asanid, maka dengan sendirinya hadis yang diriwayatkan oleh jalur periwayatan tersebut tidak bisa dijadikan sebagai hujah ( hadis mardud ). Para muhadisin membagi tingkatan sanad menjadi tiga kelompok :
1.  Ashah al asanid (sanad-sanad yang yang paling shahih)
2. Ahsan al asanid (sanad-sanad yang paling hasan)
3. Adl’af al asanid (sanad-sanad yang paling lemah)
Berdasarkan kategori dan pengklasifikasian sanad tersebut, maka orang-orang yang termasuk dalam kategori ashah al asanid hadisnya bisa dipastikan untuk diterima menjadi hujjah agama. Sementara untuk perawi yang masuk dalam kategori ahsan al asanid, hadisnya bisa dijadikan hujah meskipun ia tidak termasuk dalam kategori atau peringkat pertama. Adapun untuk kelompok yang ketiga, maka sebagian besar periwayatan mereka ditolak.Para ahli hadis sangat hati-hati dalam menerima suatu hadis kecuali apabila mengenal dari siapa mereka menerima setelah benar-benar dapat dipercaya. Pada umumnya riwayat dari golongan sahabat tidak disyaratkan apa-apa untuk diterima periwayatannya. Akan tetapi mereka pun sangat hati-hati dalam menerima hadis . Pada masa Abu bakar r.a. dan Umar r.a. periwayatan hadis diawasi secara hati-hati dan tidak akan diterima jika tidak disaksikan kebenarannya oleh seorang lain. Ali bin Abu Thalib tidak menerima hadis sebelum yang meriwayatkannya disumpah.
Meminta seorang saksi kepada perawi, bukanlah merupakan keharusan dan hanya merupakan jalan untuk menguatkan hati dalam menerima yang berisikan itu. Jika dirasa tak perlu meminta saksi atau sumpah para perawi, mereka pun menerima periwayatannya. Adapun meminta seseorang saksi atau menyeluruh perawi untuk bersumpah untuk membenarkan riwayatnya, tidak dipandang sebagai suatu undang-undang umum diterima atau tidaknya periwayatan hadis. Yang diperlukan dalam menerima hadis adalah adanya kepercayaan penuh kepada perawi. Jika sewaktu-waktu ragu tentang riwayatnya, maka perlu didatangkan saksi/keterangan.
Kedudukan sanad dalam hadis sangat penting, karena hadis yang diperoleh/ diriwayatkan akan mengikuti siapa yang meriwayatkannya. Dengan sanad suatu periwayatan hadis dapat diketahui mana yang dapat diterima atau ditolak dan mana hadis yang sahih atau tidak, untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk menetapkan hukum-hukum Islam.
Berikut ini akan dijelaskan secara skematis batang tubuh hadis agar memudahkan kita di dalam memahami apa yang dinamakan sanad, rawi dan Mukharrij tersebut.  Pemuatan skema tidak dimaksudkan  untuk menentukan  kualitas hadis apakah ia bernilai sebagai hadis shahih ataukah hadis hasan ataupun hadis dlaif. Pembuatan skema sekali lagi hanya ditujukan untuk hal-hal yang berkaitan dengan upaya memperjelas posisi as sanad, ar rawi dan al mukharrij.

B.    Metode Mengajar  Hadits
Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Hadits yang dijadikan pegangan adalah hadits yang dapat diyakini kebenarannya. Untuk mendapatkan hadits tersebut tidaklah mudah karena hadits yang ada sangatlah banyak dan sumbernya pun berasal dari berbagai kalangan.
Menurut Imam Malik ada empat jenis orang yang hadisnya tidak boleh diambil darinya, yaitu; orang yang kurang akal, orang yang mengikuti hawa nafsunya yang mengajak masyarakat untuk mengikuti hawa nafsunya, orang yang berdusta dalam pembicaraannya walaupun dia tidak berdusta kepada Rasul dan orang yang tampaknya saleh dan beribadah apabila orang itu tidak mengetahui nilai-nilai hadis yang diriwayatkannya.
Di samping itu para ulama hadis membuat kaidah-kaidah atau patokan-patokan serta menetapkan ciri-ciri kongkret yang dapat menunjukkan bahwa suatu hadis itu palsu. Ciri-ciri yang menunjukkan bahwa hadis itu palsu antara lain:
1.    Susunan hadis itu baik lafaz maupun maknanya janggal, sehingga tidak pantas rasanya disabdakan oleh Nabi SAW, seperti hadis:
Artinya: “Janganlah engkau memaki ayam jantan, karena dia teman karibku.”
1.    Isi maksud hadis tersebut bertentangan dengan akal, seperti hadis: Artinya: “Buah terong itu menyembuhkan. Segala macam penyakit.”
2.    Isi/maksud itu bertentangan dengan nas Al-Quran dan atau hadis mutawatir, seperti hadis:
Artinya: “Anak zina itu tidak akan masuk surga.”
3.    Hadis tersebut bertentangan dengan firman Allah SWT. :
Artinya:“Orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”

Penghimpunan hadis nabi secara tertulis untuk pertama kalinya dikemukakan oleh khalifah Umar bin Khattab (w. 23/H/644 M). Namun ide tersebut tidak dilaksanakan oleh Umar karena beliau khawatir bila umat Islam terganggu perhatiannya dalam mempelajari Al-Quran. Pada tahun 100 H. Khalifah Umar bin Abdul Azis memerintahkah kepada gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amer bin Hazm supaya membukukan hadis-hadis nabi yang terdapat pada para penghafal.
Dilihat dari banyak sedikitnya perawi, hadits dikelompokkan menjadi 2, yaitu: hadits Mutawatir dan hadits Ahad. Sementara itu, hadits Ahad dikelompokkan lagi menjadi hadits Shahih, Hasan dan Dha’if.
Dilihat dari periwayatnya, hadits dikelompokkan menjadi hadits yang bersambung sanadnya dan hadits yang terputus sanadnya. Hadits yang terputus sanadnya dikelompokkan menjadi hadits Mu’allaq, hadits Mursal, hadits Mudallas, hadits Munqathi dan hadits Mu’dhol.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi: Al-Qur’an dan Sunnah. Keduanya memiliki kaitan yang sangat erat Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak bisa diartikan dengan benar dan tepat tanpa bantuan keterangan dari Sunnah Nabi Saw. Salah satu contoh adalah tentang tata cara shalat yang tidak mungkin diraktekan tanpa bantuan dari Sunnah Nabi. Karena Al-Qur’an sendiri tidak menyebutkan tata cara shalat itu dan Al-Qur’an hanya menegaskan hanya wajibnya shalat lima waktu itu saja
Karena pentingnya pengetahuan tentang hadist ini, Imam Abu Hanifah pernah berujar: ” Tanpa Sunnah tak seorangpun dari kita yang dapat memahami Al-Qur’an.”
Mempelajari hadits Nabi SAW mempunyai keistimewaan tersendiri sebagaimana dijanjikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya bahwa orang yang mempelajari dan menghafal hadits-haditsnya akan dianugerahi oleh Allah Swt wajah yang bercahaya, penuh dengan pancaran nur keimanan yang menandakan ketenangan hati dan keteduhan batin. Sabda beliau Saw:
Allah membuat bercahaya wajah seseorang yang mendengar dari kami sebuah hadits, kemudian menghafalnya dan menyampaikannya …” (Abu Daud dalam Sunannya dan At-Tirmidzi dalam Sunannya).
Pahala Apa Yang Diproleh Bagi Pelajar Hadist..??
Wajahnya Berseri-Seri Rasulullah Saw bersabda: “Semoga Allah menjadikan berseri-seri wajah orang yang mendengarkan sabdaku lalu memahaminya dan menghafalkannya kemudian dia menyampaikannya, karena boleh jadi orang yang memikul (mendengarkan) fiqh akan menyampaikan kepada yang lebih paham darinya” (HR. Ashabus Sunan)
Sufyan bin ‘Uyainah (pemuka hadist di awal Islam) pernah berkata : “Tidak seorang pun yang menuntut/mempelajari hadits kecuali wajahnya cerah / berseri-seri disebabkan doa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (di hadits tersebut).”
Paling banyak bershalawat kepada Nabi Penuntut Ilmu hadist adalah orang yang paling banyak bershalawat kepada Nabi Saw
Rasulullah Saw bersabda :

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

“Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali.”
Bershalawat setelah mendengar atau membaca tulisan Muhammad merupakan salah satu bentuk kesunnahan. Dan para penuntut ilmu hadist pastinya akan banyak membaca shalawat ketika mendengar atau membaca sebuah hadist dan ini dilakukan setiap waktu dan lidahnya senantiasa basah dengan shalawat.
Shidiq Hasan Khan (salah seorang pemuka hadist kontemporer) pernah mengatakan: “….. Para penuntut ilmu hadist ini adalah orang yang paling pantas bersama Rasulullah Saw di hari kiamat, dan merekalah yang paling berbahagia mendapatkan syafa’at Rasulullah Saw…. maka hendaknya anda wahai pencari kebaikan dan penuntut keselamatan menjadi Ahli Hadits atau yang berusaha untuk itu.”
Mendapatkan Berkah Dunia Akhirat Sufyan Ats Tsaury berkata : “Saya tidak mengetahui amalan yang lebih utama di muka bumi ini dari mempelajari hadits bagi yang menginginkan dengannya wajah Allah Ta’ala.“ Ia menambahkan pula: “Mendengarkan atau mempelajari hadits merupakan kebanggaan gi yang menginginkan dengannya dunia dan merupakan petunjuk bagi yang menginginkan dengannya akhirat”
Besar Sekali Pahala Yang Bepergian Untuk Belajar Hadist
Seorang muslim yang bepergian hanya untuk belajar atau mendengarkan hadist, baik belajar di pesantren, menghadiri majelis taklim atau yang lainnya akan mendapatkan pahala besar di sisi Allah Swt.
Ilmu hadist seperti ilmu Islam lainnya wajib dipelajari seperti keharusan seorang muslim belajar matematika, biologi atau ilmu pengetahuan dasar lainnya. Allah Swt berfirman:
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS.At Taubah:122)
Ibrahim bin Adham berkata: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mencegah bala’(bencana) pada ummat ini disebabkan rihlah yang dilakukan oleh para penuntut ilmu hadits”
Mempelajari hadist seperti belajar ilmu Islam lainnya adalah kewajiban seorang muslim. Kewajiban mempalajari dasar Ilmu Islam adalah kewajiban individu m
Allah Swt tidak menerima ibadah seseorang yang tidak berdasarkan tata cara yang telah ditetapkan Qur’an dan Sunnah selagi ia tidak mempalajari tata cara ibadah itu dan ilmu Islam yang berkaitan dengannya
Al-Qur’an telah diturunkan dan telah dibukukan begitu pula hadist telah rapi disusun, maka kemudahan sudah ada di hadapan kita.
Seseorang belum bisa disebut cinta Allah, cinta Al-Qur’an atau cinta Nabi sebelum ia mempelajari ilmu-ilmu tentang Allah, mempelajari Al-Qur;an dan belajar hadist, begitu pula dengan ilmu Islam lainnya
Mari kita belajar Ilmu Islam, mari kita datangi mejelis taklim, ayo kita serbu toko buku untuk membeli buku-buku Islam. Ayo kita beri pekerjaan untuk kaki, tangan, mata, mulut dan telingga agar mereka mendapat pahala. Siapa yang paling capek belajar Ilmu agama, dialah yang akan menikmati indahnya Islam…alias tenang hidupnya, berseri wajahnya, hatinya bahagia.


DAFTAR PUSTAKA


Agil Husain Munawwar, Said dan Mustaqim, Abdul. 2001.  Asbabul Wurud. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ali, Nizar. 2001. Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan). Yogyakarta: Center for Educational Studies and Development (CESaD) YPI Al-Rahmah.
________. 2007.  (Ringkasan Desertasi) Kontribusi Imam Nawawi dalam Penulisan Syarh} Hadis. Yogyakarta.
Baidan, Nashrudin. 2000. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasan, Fuad dan Koentjaraningrat. 1997. Beberapa Asas Metodologi Ilmiah, dalam Koentjaraningrat (ed.), Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa KBBI. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. jakarta: Balai Pustaka. Cetakan ketiga, edisi III.
Yunus, Mahmud. 1973. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsir Al-Qur’an.
al-Qardhawi, Yusuf. 1993. Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw. edisi terjemahan Bandung: Kharisma.

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Allah Tuhan Semesta Alam, sholawat serta salam, semoga dilimpahkan kepada Rasaulullah SAW, penulis makalah bersyukur kepada Ilahi Rabbi yang telah memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada penulis sehinga makalah “Hadits” telah diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Serta ucapan terima kasih tak lupa penulis hanturkan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini.
Untuk itu penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan dalam meringkas, untuk itu penulis harapkan kritik dan saran kepada  semua demi perbaikan makalah ini kedepannya.



Langsa,   Maret 2012
Wassalam Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR        i
DAFTAR ISI        ii
BAB I    PENDAHULUAN        1
A.    Pengertian Hadits        1
B.    Tujuan Pembelajaran Hadist        1

BAB II    PEMBAHASAN        2
A.    Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Hadis        2
B.    Metode Mengajar  Hadits        7

BAB III    PENUTUP        9
A.    Kesimpulan        9

DAFTAR PUSTAKA        12